Suka Sesama Jenis: Tren atau Kelainan
ADA yang sebut kelainan, tapi tak sedikit menganggapnya tren. Begitulah kontroversi kepada orang yang suka sesama jenis.
Suka sesama jenis merupakan hal yang tidak asing lagi terdengar di
telinga masyarakat. Fenomena suka sesama jenis ini tampak nyata di
beberapa tempat hiburan yang dibuka khusus untuk mereka.
Ingatkah Anda film Brokeback Mountain yang menayangkan tentang kisah
percintaan antara dua manusia yang mempunyai persamaan yaitu suka dengan
sesama jenis? Film ini dilarang tayang (batal diputar) di kawasan Utah,
Amerika Serikat, karena dianggap terlalu vulgar dan takut membawa
pengaruh buruk pada remaja setempat.
Psikolog dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Dra Hastaning
Sakti, Psikolog, M Kes mengatakan, terdapat dua istilah terhadap orang
yang mempunyai kecenderungan seperti ini. "Lesbian dan gay menjadi
istilah yang terkenal di lingkungan masyarakat," ucap dosen Program
Studi Psikologi Undip ini.
Hastaning mengatakan, lesbian merupakan istilah yang menggambarkan
seorang perempuan yang secara emosi dan fisik tertarik dengan sesama
perempuan. Sedangkan gay, merupakan suatu istilah yang menggambarkan
laki-laki ataupun perempuan yang secara fisik ataupun emosi tertarik
pada orang yang berjenis kelamin sama.
"Untuk istilah gay ini, biasanya ditujukan untuk kaum laki-laki," tegas
staf pengajar program S2 Biomedik Dokter Spesialis FK Undip.
Dia menambahkan, pertemanan menuju perbuatan dan permainan seksual
sebetulnya merupakan hal yang wajar pada usia remaja. Kematangan seksual
tidak selalu sejajar dengan pertambahan usia. Ada faktor hormonal yang
berbicara pada masalah ini. Feromon seseorang bisa saja mempengaruhi
seseorang berperilaku seksual sebagai lesbi maupun gay. Kondisi hormon
ini tidak bisa dilihat secara kasat mata. Hanya kaum mereka yang tahu
dan bisa merasakannya. "Lesbian dan gayini terjadi karena ada hormon
yang mempengaruhi yaitu feromon, dan mereka tahu ciri khusus mana
seseorang lesbi atau gay, entah itu terlihat dari jalannya, bibirnya,
atau yang lainnya," ungkap jebolan Universitas Gajah Mada ini.
Homoseksualitas adalah suatu pilihan hidup yang dibuat- buat. Meskipun
ada juga beberapa kalangan yang menganggap salah satu penyebab seseorang
menjadi gayatau lesbi karena masalah psikis. "Faktor lingkungan
mempengaruhi seseorang untuk menjadi gaya tau lesbi," ucap Hastaning
yang sering melakukan penelitian di beberapa tempat.
Hastaning mengatakan bahwa biasanya wanita yang menjadi lesbi karena
trauma pada pria karena pernah disiksa atau disakiti. Tapi dia
menekankan, kaum gay dan lesbi ini tidak memikirkan secara rasional apa
yang terjadi pada mereka. Yang mereka inginkan hanya memuaskan diri
saja. "Kaum lesbi atau gay hanya memuaskan nafsu seksual mereka saja,"
ucap psikolog yang sering menjadi dosen berprestasi ini.
Pernyataan yang sama dilontarkan konselor dari Universitas Kristen Krida
Wacana (Ukrida), Clara Moningka, S Psi, M si. Dia mengatakan, banyak
peneliti dan psikolog yang berpendapat bahwa lingkungan (konstruksi
sosial) sangat mempengaruhi perkembangan seorang anak, termasuk
pembentukan atau pemilihan orientasi seksualnya. Misalnya bagaimana cara
orangtua mengasuh anak, hubu-ngan antarkeluarga, lingkungan
pergaulan/pertemanan.
Bisa saja seseorang menjadi homoseksual karena keluarga yang tidak
harmonis, misalnya figur bapak sebagai laki-laki yang kejam, membuat
seseorang bisa menjadi lesbi; karena merasa secure dengan figur
perempuan dan trauma terhadap laki-laki, dan masih banyak lagi
kemungkinan.
"Faktor coba-coba melakukan hubungan dengan sesama jenis, penasaran,
mendapatkan attachment dari si sesama jenis dan merasa nyaman dengannya.
Atau bisa saja karena interaksi berbagai faktor yaitu faktor lingkungan
(sosiokultural), biologis, dan faktor pribadi/personal (psikologis).
Jadi banyak faktor penyebab, dan harus ditelah dulu lebih lanjut, apa
yang menyebabkan individu tersebut menjadi homoseksual," ucapnya.
Clara mengatakan, ada beberapa pendapat dalam menanggapi suatu masalah.
Dalam bidang kesehatan (kedokteran), apalagi para ahli yang meneliti
mengenai genetika, bisa saja homoseksualitas dihubungkan dengan kelainan
hormonal atau ketidakseimbangan jumlah hormon.
Seorang perempuan dengan jumlah hormon androgen adrenal yang terlalu
banyak atau berlebihan (yang diproduksi selama berada dalam kandungan),
cenderung menjadi kelaki-lakian atau tomboi. Sebaliknya pada laki-laki
yang memiliki jumlah hormon perempuan, cenderung berperilaku
feminin.(okezone,Sabtu, 12 Juli 2008)